Subulussalam,Aceh|Jejakperistiwa.online,-Pada fitrahnya manusia senang melakukan perjalanan (rihlah) ke tempat-tempat yang menarik dan menyenangkan. Perjalanan yang dilakukan dengan beragam alasan. Ada yang jenuh dengan rutinitas harian yang ( mungkin ) memicu tekanan (stress). Sebagian karena ingin menyalurkan hobi atau kebiasaan jalan-jalan yang ditunjang dengan dana yang memadai. Ada juga karena faktor pekerjaan yang mengharuskannya untuk sering pergi mengunjungi tempat-tempat yang jauh. Dan ada pula yang hanya sekedar “membuang” uang yang berlebih dengan berjalan keliling dunia.
Perjalanan (rihlah) adalah kegiatan manusia yang ingin menikmati suasana baru yang belum pernah dirasakannya. Beragam tempat di bumi ini telah diciptakan oleh Sang Pencipta untuk menjadi destinasi wisata yang menyenangkan bagi hati dan menyegarkan (refreshing) pikiran yang penat. Suatu hal yang lumrah bagi manusia zaman sekarang yang memiliki tingkat tekanan (stress) yang lebih dibanding masa-masa sebelumnya.
Selain perjalanan yang bersifat fun (menyenangkan) karena aspek keindahannya, ada juga perjalanan yang dilakukan bukan karena sisi keindahannya yang dicari tapi lebih karena faktor spiritual. Perjalanan (rihlah) karena faktor spiritual inilah yang dilakukan harus karana Lillahita’ala semata.
Secara bahasa umroh adalah berziarah. Secara istilah, umroh dimaknai dengan berziarah ke Baitullah atau perjalanan (rihlah) ke Baitullah. Beragam ibadah dapat dilaksanakan dalam rangkaian umroh yang oleh Rasulullah SAW diibaratkan sebagai haji kecil.
Umroh sebagai sebuah perjalanan (rihlah) bukanlah sebuah rihlah biasa. Ia mengandung nilai-nilai yang penuh hikmah. Sebagai sebuah rihlah, maka Umrah setidaknya mengandung 4 bentuk rihlah
1) Umroh sebagai rihlah ‘ubudiyyah
Sebagian besar manusia melakukan perjalanan (rihlah) karena ingin bersenang-senang menikmati keindahan alam. Hanya sedikit diantaranya yang mengiringinya dengan tadabbur alam. Sedangkan umroh adalah perjalanan ibadah seorang hamba secara langsung ke Baitullah. Melakukan rangkaian ibadah sebagaimana yang telah dilakukan oleh Abul Anbiya, Nabi Ibrahim AS yang telah meletakkan dasar-dasar ibadah haji dan umroh. Pelaksanaan umroh adalah bentuk ‘ubudiyyah seorang hamba sebagai bentuk ketundukan dan penghambaan pada Ilahi Rabbi. Allah berfirman mengulangi Doa Nabi Ibrahim AS : ” Yaa Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman didekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Yaa Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rizki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim : 37)
2) Umroh sebagai rihlah ruhiyyah
Tidak dinafikan bahwa umroh adalah ziyarah ruhiyyah. Hal ini karena seorang hamba yang ikhlas dalam perjalanan umrohnya berharap mendapat kebahagiaan ruhani yang tidak didapatkan dengan perjalanan lainnya. Kegiatan umrah dan haji dilakukan di tanah suci yang diberkahi sehingga kita berharap mendapat barakah darinya. Memandang Ka’bah dan tawaf mengelilinginya menimbulkan sensasi ruhiyyah yang tidak dapat diungkapkan dengan lisan. Demikian pengalaman ruhani yang dirasakan sebagian besar manusia yang melakukan perjalanan umrah dan haji. Mengunjungi kota Mekkah al-Mukarramah dan Madinah al-Munawaarah tidak pernah sama dengan mengunjungi tempat lain di bumi ini karena keistimewaannya. Perjalanan menuju Ka’bah adalah perjalanan ruhiyyah yang membekas dalam jiwa manusia. Umrah adalah salah satu wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) dijalan-Nya agar kamu beruntung.” (QS. Al Maaidah: 35)
3) Umrah sebagai rihlah tarikhiyah
Bila kita melakukan perjalanan ke tempat-tempat bersejarah, maka kita akan tahu tentang sejarah tempat tersebut. Dengan mengetahui sejarahnya maka kita akan paham dan menambah wawasan. Berbeda halnya bila kita melakukan perjalanan umrah. Kita akan melihat tempat-tempat bersejarah yang berkaitan dengan ibadah dan ruhiyyah. Saat memandang Ka’bah seakan kita merasakan bagaimana Nabi Ibrahim As dan putranya, Nabi Ismail As membangunnya dan mengajarkan agama tauhid ini pada manusia. Saat melakukan Sa’i antara bukit Shafa dan Marwa kita membayangkan bagaimana letihnya ibunda Hajar yang berlari-lari antara dua bukit itu untuk mencari air bagi anaknya yang kehausan.
Allah Swt mengingatkan tentang negeri Mekkah yang diberkahi dalam ayat-Nya
” Dan (ingatlah) ketika Nabi Ibrahim berdoa :
” Yaa Tuhanku. jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. …”(QS. Al Baqarah:126)
4) Umrah sebagai rihlah ukhuwwah
Adalah sebuah nikmat yang besar bila kita dimudahkan Allah Swt untuk dapat umrah ke tanah suci. Dan nikmat itu akan semakin besar terasa bila dilakukan bersama saudara-saudara seiman. Saat ini kita dimudahkan untuk rihlah ubudiyyah, ruhiyyah, dan tarikhiyah dalam bingkai ukhuwwah menuju Makkah al Mukarromah.
“…Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para Mukmin. Dan Allah mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan segala apa yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah yang mempersatukan hati mereka.” (QS. Al Anfaal:62-63)
اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Seorang mukmin bagi mukmin lainnya laksana bangunan, satu sama lain saling menguatkan. ( hadits Mutaffaq ‘alihi)
Makna ukhuwwah yang selama ini kita pahami akan teruji dan terbukti dalam perjalanan jauh ini. Bagaimana akhlak seorang mukmin selama perjalanan panjang bersama saudaranya akan terlihat realisasinya. ***(Ahmad)