LEBAK –JPO, Pengacara Rudi Hermanto terpanggil untuk menjadi kuasa hukum korban kasus dugaan pencabulan yang dilakukan oleh oknum pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Cihara, Kabupaten Lebak, Banten.
Saat ditemui di Polda Banten, Selasa (12/11/2024) malam, Ia menjelaskan bahwa saat ini dirinya menjadi kuasa hukum dari dua korban eks santriwati asal Kecamatan Cikeusik, Pandeglang dan Kecamatan Wanasalam, Lebak.
“Hari ini kami membuat laporan ke PPA Polda Banten atas dugaan pencabulan atau persetubuhan terhadap anak dibawah umur yang dilakukan oleh oknum Kyai bernisial MT. Selain itu, kami juga melayangkan surat kepada Kapolda Banten,” ungkap Rudi.
Surat yang dilayangkan kepada Kapolda Banten, kata Rudi merupakan aduan dan permohonan bantuan hukum, “Karena selama ini kasus laporan informasi yang dibuat salah satu korban diduga lamban dan memihak,” jelas pengacara kasus mafia tanah di Desa Jayasari, Lebak ini.
Kepada awak media, Rudi membeberkan sejumlah fakta yang dilakukan pelaku MT kepada korban, salah satunya terhadap korban Bunga (21). Kata Rudi, sebelum disetubuhi pada tahun 2020, korban juga mengalami pelecehan sejak tahun 2018.
“Menurut pengakuan korban, awal tahun 2018 saat korban berada di dapur rumah MT korban dirangkul dari belakang oleh MT. Namun korban menghindar, disitu MT mengatakan bahwa dia suka, sayang dan cinta kepada korban,” beber Rudi.
Setelah beberapa Minggu kejadian tersebut, korban mengatakan yang dialami kepada ayahnya. Sang ayah pun akhirnya memulangkan korban ke rumah, agar tindakan serupa yang dialami putrinya tidak terulang.
“Namun saat itu korban dikembalikan lagi ke Ponpes atas jaminan yang diberikan oleh kerabat MT. MT dijamin tidak akan melakukan perbuatan serupa, bahkan tidak akan melakukan perzinahan terhadap korban,” papar Rudi.
Komitmen untuk tidak mengulangi hal yang sama ternyata tak bisa dipegang. Korban Bunga kerap menerima pelecehan yakni dipegang tangannya, mencolek bokong korban, mencium leher, serta mencium kening dan bibir korban.
“Perlakuan itu dilakukan oleh MT sampai dengan 15 Mei tahun 2020. Dua hari setelahnya, MT memanggil korban ke majlis. Setelah itu menarik korban ke dalam kamar serta menarik kain yang digunakan korban lantas menyetubuhinya,” terang Rudi.
Lebih lanjut, kata Rudi setelah kejadian itu, MT memanggil korban dan mengancam agar korban tidak menceritakan hal yang dialaminya kepada keluarga. Jika melanggar, MT mengatakan tak segan-segan akan menghancurkan kehidupan keluarga korban.
Ketidakberdayaan korban yang saat itu masih berusia 16 tahun membuat dirinya tak kuasa. Persetebuhan yang dialami Bunga sebanyak 6 kali, bahkan ketika Bunga hendak dinikahkan dengan mantan santri pondok pesanren tersebut secara mendadak.
“Korban dinikahkan pada bulan Agustus 2020 dengan eks santri ponpes tersebut. Keluarga sempat menolak pernikahan dibawah umur yang diinisiasi oleh MT. Namun lagi-lagi atas ancaman dan paksaan pernikahan itu pun dilangsungkan,” kata Rudi.
Hingga akhirnya, setelah memendam aib selama 4 tahun, Januari tahun 2024 korban Bunga menceritakan hal yang dialaminya di ponpes kepada sang suami. Betapa kagetnya suami korban, saat mengetahui istri yang dinikahinya tahun 2020 telah dinodai oleh gurunya sendiri.
Kasus dugaan pelecehan seksual dan persetubuhan dibawah umur ini pun sempat diadukan ke Unit PPA Polda Banten pada Juli 2024 lalu. Dua korban didampingi oleh kuasa hukum dari salah satu Ormas, namun progress penanganan kasusnya dianggap tak maksimal.
“Untuk itu hari ini Selasa 12 November 2024, kami membuat LP agar Polda Banten Cq Unit PPA agar menindaklanjuti perkara ini dengan serius dan presisi agar masyarakat mendapat keadilan dan perlindungan hukum secara pasti dan berkeadilan,” tegas Rudi.
Dimintai tanggapan atas pelaporan yang dilayangkan oleh Kuasa Hukum korban, Kasubdit IV Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Banten Kompol Herlia Hartarani mengatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan tersebut.
“Terima kasih mas, berikut saya sampaikan bahwa kami telah menerima dan masih melakukan tahapan penyelidikan terkait pengaduan tersebut. Dan akan segera kami berikan kepastian hukum. Terima kasih,” kata Kompol Herlia Hartarani.