Jejakperistiwa.Online, Bitung — Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham Imipas) menggelar Rapat Sinkronisasi dan Koordinasi Penanganan Persons of Philippines Descent (PPDs) di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta, Rabu (16/7). Pertemuan lintas sektor ini bertujuan menyusun langkah konkret dalam menangani status kewarganegaraan warga keturunan Filipina yang telah lama menetap di Indonesia.
Tercatat sedikitnya 534 orang PPDs di Indonesia belum memiliki kejelasan status hukum dan kewarganegaraan. Di sisi lain, Pemerintah Filipina telah menunjukkan komitmennya dengan menyelesaikan status lebih dari 1.200 warga keturunan Indonesia (Persons of Indonesian Descent / PIDs) yang menetap di Filipina, termasuk pemberian paspor dan visa khusus, sebagaimana kesepakatan dalam Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) tahun 2014.
“Filipina sudah menunjukkan komitmen terhadap penyelesaian PIDs, sekarang saatnya kita menunaikan kewajiban resiprokal kita,” tegas Ahmad Usmarwi Kaffah, Staf Khusus Bidang Internasional Kemenko Kumham Imipas.
Salah satu wilayah paling terdampak oleh isu ini adalah Kota Bitung, Sulawesi Utara. Berdasarkan data terakhir, jumlah PPDs di Bitung mendekati angka 500 orang belum termasuk mereka yang belum terdata di wilayah kerja Kantor Imigrasi Kelas II TPI Bitung.
Kepala Kantor Imigrasi Bitung, Ruri Roesman, menyatakan bahwa pendekatan yang selama ini digunakan, seperti deportasi, tidak efektif. “Banyak dari yang dideportasi justru kembali lagi. Ini membuktikan bahwa kita butuh pendekatan baru yang lebih manusiawi dan berkelanjutan,” jelasnya.

Senada dengan itu, Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Imigrasi Bitung, Irman, menambahkan bahwa keberadaan komunitas tanpa kewarganegaraan bukan hanya persoalan legalitas, tetapi juga menyangkut stabilitas sosial dan kedaulatan hukum negara.
“Masalah ini tidak bisa dilihat sekadar dari aspek dokumen. Mereka datang ke Indonesia untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Ini adalah isu kemanusiaan yang mendesak,” tegas Ruri.

Sebagai solusi yang lebih inklusif, Kaffah mengusulkan penerapan bridging visa sebuah visa sementara yang diberikan kepada individu yang sedang menunggu kejelasan status kewarganegaraan. Visa ini memungkinkan akses legal terhadap layanan dasar seperti pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan selama masa transisi.
“Ini adalah solusi adil dan legal. Dengan bridging visa, mereka bisa hidup lebih layak tanpa langsung menjalani proses naturalisasi,” terang Kaffah.

Pemerintah juga telah menyusun roadmap penanganan PPDs secara bertahap :
1. Pendataan ulang PPDs oleh Pemda Sulawesi Utara dan Kantor Imigrasi (Triwulan III 2025)
2. Dialog teknis Indonesia–Filipina untuk konfirmasi kewarganegaraan (Triwulan III 2025)
3. Penyusunan dasar hukum untuk pemberian bridging visa oleh Ditjen Imigrasi dan Kemenlu (Triwulan IV 2025)
4. Penerbitan visa dan pemberkasan di lokasi masing-masing (Triwulan I 2026)
Langkah – langkah ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi kebijakan lintas sektor yang menjamin perlindungan hukum dan masa depan warga keturunan Filipina di Indonesia.
“Semoga kegiatan ini tidak hanya menjadi wacana, tapi melahirkan solusi nyata dan berkeadilan demi hak asasi manusia,” pungkas Surya, salah satu pejabat yang hadir dalam pertemuan tersebut.











