Lampung Tengah – Polemik keberadaan tiang provider milik MyRepublic di Kelurahan Trimurjo, Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah, kian memanas. Tiang yang ditancapkan di tanah warga tanpa izin itu sudah berdiri hampir setahun, namun hingga kini belum ada tindakan tegas dari pihak terkait.
SG, pemilik tanah yang menjadi korban pemasangan tiang, mengaku kesal dan kecewa.
“Saya keberatan tanah saya ditancapkan tiang provider. Saya cukup beli paket internet, jadi saya tidak butuh tiang milik MyRepublic,” tegasnya, Jumat (15/8/2025).
“Siapa yang diuntungkan kalau seperti ini? Sementara tiang provider memakai tanah kami, jelas kami yang rugi,” lanjutnya dengan nada kesal.
MT, warga lain yang juga mengalami hal serupa, mendesak agar tiang segera dicabut.
“Iya mas, tolong sampaikan kepada pejabat terkait agar tiang ini dipindahkan,” ujarnya.
Berdasarkan penelusuran, tiang provider tersebut dipasang pada masa kepemimpinan Lurah Anwar Sadat. Warga mengaku sudah melayangkan protes sejak awal, namun pihak kelurahan tak menunjukkan langkah nyata. Sikap bungkam ini memunculkan dugaan adanya “tutup mulut” atau pembiaran terencana.
Praktisi hukum LHI Suhendar, SH,. MH sekaligus praktisi advokat nasional menilai pemasangan tiang tanpa izin pemilik tanah merupakan pelanggaran serius terhadap hak atas tanah yang dilindungi undang-undang.
“Tidak boleh ada pihak mana pun, termasuk perusahaan besar, yang memanfaatkan tanah warga tanpa persetujuan tertulis dari pemiliknya. Itu melanggar Pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan orang tanpa izin, dan bisa berujung pidana,” jelas Suhendar, SH,. MM
“Warga memiliki hak penuh untuk meminta pencabutan tiang tersebut dan menuntut ganti rugi secara hukum,” tegasnya Suhendar.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak MyRepublic belum memberikan keterangan resmi. Sementara itu, warga mengancam akan mengambil tindakan sendiri jika tuntutan mereka tak diindahkan.
Kasus ini membuka pertanyaan besar: apakah kepentingan bisnis penyedia layanan internet lebih diutamakan ketimbang hak milik warga? Dan sampai kapan pemerintah setempat menutup mata terhadap persoalan yang jelas-jelas merugikan masyarakat?