Batam – Jejakperistiwa.online.
Publik Batam mendadak heboh dengan harga kopi di La Stoa Resto & Cafe, sebuah kedai modern yang berlokasi di ruko SP Plaza persis di samping Kantor Samsat Batu Aji. Bukan karena kualitas rasa, melainkan tambahan pajak restoran 10 persen yang menimbulkan tanda tanya besar.

Dalam daftar menu, Hot Coffee Milk dibanderol Rp25 ribu. Namun setelah ditambah pajak, pelanggan harus membayar Rp27.500.
“Di kopitiam sekitar SP Plaza, kopi susu paling mahal Rp12 ribu. Di sini bisa tiga kali lipat. Bedanya, cuma La Stoa yang pakai pajak. Jadi terasa makin mahal,” ujar salah seorang pengunjung.
Saat ditanya, karyawan La Stoa enggan banyak bicara.
“Itu keputusan bos, kami hanya menjalankan kerja,” jawabnya singkat.
Rasa Ruko, Harga Hotel Bintang Lima
Yang membuat publik semakin heran, harga kopi di La Stoa nyaris menyamai hotel berbintang. Di beberapa hotel internasional di Batam, cappuccino atau latte dijual Rp35 ribu–Rp50 ribu lengkap dengan pelayanan premium dan suasana elegan.
“Kalau beda tipis sama hotel bintang lima, wajar orang protes. Di sana kita dapat ambience mewah, di sini cuma ruko samping Samsat,” sindir pengunjung lain.
Pajak Masuk Kas Daerah atau Formalitas?
Lebih jauh, yang dipertanyakan masyarakat bukan hanya soal harga, tetapi ke mana sebenarnya pajak 10 persen itu disetor.
Pengamat ekonomi lokal, Borkat Siregar, menegaskan pemerintah wajib turun tangan.
“Kalau sudah ada pungutan pajak, artinya harus terdaftar resmi di Bapenda. Kalau tidak, ini bisa jadi pungutan liar yang merugikan konsumen,” tegasnya.
Seorang advokat juga mengingatkan potensi pelanggaran hukum.
“Kalau ada pungutan atas nama pajak tapi tidak disetor, itu jelas pidana. Konsumen berhak tahu ke mana uang mereka disalurkan,” ujarnya.
Ujian Kejujuran Bapenda Batam
Fenomena ini kini menjadi ujian bagi Bapenda Kota Batam. Publik menuntut transparansi: apakah benar pajak 10 persen La Stoa disetor ke kas daerah, atau hanya kedok untuk mengerek harga?
“Jangan sampai pajak hanya jadi tameng bisnis. Kalau dibiarkan, masyarakat akan hilang kepercayaan pada pemerintah,” ucap salah satu tokoh masyarakat Sagulung.
Kini, semua mata tertuju pada Bapenda. Dari secangkir kopi di ruko, publik ingin melihat seberapa serius pemerintah menjaga kejujuran, transparansi, dan hak konsumen.
Jika pajak hanyalah formalitas, maka ini bukan sekadar soal kopi mahal—tapi wajah asli lemahnya pengawasan pajak di Batam











