BATAM. Jejakperitiwa.online.
Aktivitas penimbunan laut di Tanjung Gundap, Kelurahan Tembesi, Kecamatan Sagulung, Kota Batam menuai sorotan. Sejumlah lahan perairan di kawasan tersebut tampak sudah ditutup timbunan tanah merah, tepat di sekitar hutan mangrove.
Berdasarkan plang Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang terpasang, proyek itu dikerjakan PT. Anugerah Purnama Perkasa untuk pembangunan Pabrik Rumput Laut. Lahan yang digunakan seluas 20 ribu meter persegi dengan bangunan dua lantai seluas 5.184 meter persegi.
Namun publik mempertanyakan legalitas kegiatan reklamasi laut tersebut. Pasalnya, PBG hanya berlaku untuk mendirikan bangunan, bukan izin menimbun laut. Untuk reklamasi dibutuhkan izin tambahan, termasuk AMDAL, izin lingkungan, dan persetujuan reklamasi.
“Kami hanya ingin kepastian, penimbunan laut ini sudah sesuai prosedur atau belum? Jangan sampai masyarakat jadi korban,” kata seorang nelayan.
Hal senada disampaikan warga pesisir.
“Laut ini tempat kami mencari nafkah. Kalau berubah jadi daratan, bagaimana nasib keluarga kami?” ujarnya.
Tokoh masyarakat juga menegaskan minimnya sosialisasi.
“Kami tidak pernah dilibatkan. Tahu-tahu laut sudah ditimbun. Ini yang membuat kami khawatir,” sebutnya.
Pertanyaan yang Muncul:
Apakah proyek ini sudah mengantongi izin reklamasi resmi?
Apakah dokumen AMDAL sudah ada?
Bagaimana pengawasan terhadap dampak pada mangrove dan biota laut?
Jika ada pelanggaran, sanksi apa yang akan dijatuhkan?
Bagaimana nasib masyarakat pesisir yang bergantung pada laut?
Masyarakat meminta pemerintah, BP Batam, dan DLH Kota Batam memberikan penjelasan terbuka. Transparansi dinilai penting agar pembangunan industri tidak mengorbankan ekosistem maupun mata pencaharian nelayan.
“Mangrove yang ada di sini jangan sampai punah, itu benteng alam kita. Kalau rusak, bencana bisa datang,” pungkas seorang nelayan.