Mengenang LASKAR MAJA,Sejarah Makam Pahlawan Seribu Yang Hampir Terlupakan

 

Jejakperistiwa.online

Bacaan Lainnya

Lebak- Mengenang Pahlawan “LASKAR MAJA” (Laskar Makam Pahlawan Seribu Serpong) yang gugur di medan perang melawan penjajah Belanda pada peristiwa pertempuran Cilenggang-Serpong pada 26 Mei 1946, yang di Pimpin Almarhum KH.Ibrohim seorang ulama masyhur asal Kampung Sempureun,Desa Sangiang,Kecamatan Maja,Kabupaten Lebak-Banten, dengan membawa pasukan 200 orang berjalan menuju Serpong, Sepanjang perjalanan pasukan terus bertambah, dengan pasukan Laskar Tenjo dan pasukan dari Rangkas Bitung yang tergabung dalam Laskar Banten.

Dilansir dari berbagai sumber, kala itu Indonesia sudah merdeka sejak Agustus 1945, tapi daerah Serpong masih diduduki tentara NICA (Nederland Indies Civil Administration) yang membonceng pasukan Inggris dengan misi menyisir sisa-sisa pasukan Jepang yang kalah di perang Dunia 2.

Dengan keberadaan Pasukan NICA yang sering usil kepada warga setempat dan mereka juga sering mengganggu Perempuan di Desa, lantas warga setempat melaporkan hal tersebut kepada HM Yusuf yang saat itu sebagai Kepala Desa, bukan hanya itu saja, tetapi keberadaan Pasukan NICA mengancam keselamatan Masyarakat Banten.

Pada 26 Mei 1945 Laskar rakyat Banten di bawah pimpinan KH Ibrohim dengan hanya menggunakan senjata tajam dan teriakan takbir, membuat pasukan Belanda waspada dan siap mengambil posisi di tempat-tempat yang strategis.

Pasukan Laskar Banten maju terus dengan mengumandangkan takbir. Di lain pihak, pasukan Belanda gencar menembak dengan senapan-senapan mesin dari tempat-tempat strategis, seperti di atas bukit di sekitar jalur penyerangan laskar Banten.

Alhasil, korban berjatuhan di pihak laskar. Suara takbir lambat laun melemah dan akhirnya tidak terdengar lagi. Sekitar 200 laskar Banten gugur, termasuk KH Ibrahim dan Jaro Tiking Laskar Kampung Sengkol.

Atas persetujuan pimpinan tentara Belanda, korban dari laskar Banten dikubur secara massal dalam tiga lubang besar, pada 27 Mei 1946 siang. Tempat pemakaman itu kemudian diberi nama “Makam Pahlawan Seribu Serpong”. Letaknya di Kampung Pariang, Serpong, yang saat ini sudah menjadi jalan ke arah Cisauk Kabupaten Tangerang.

Dikutip dari IDN Times, Di lokasi tersebut, dibangun Monumen Tugu Pahlawan. Tapi, seiring pesatnya perkembangan wilayah, membuat makam para pahlawan itu seolah ‘terpinggirkan’ oleh kesibukan perniagaan komersial, ditambah lagi, pertigaan Cisauk memang kondang akan kemacetan lalu-lintasnya. Alhasil, TMP di lokasi titik pertempuran Pahlawan Seribu itu pun dipindahkan ke tempatnya yang sekarang.

Sejarawan dan Budayawan Tangerang,TB Sos Renda meyakini, jumlah korban adalah 700 orang. Mereka dimakamkan dalam dua lubang. satu untuk pimpinan pasukan KH Ibrahim dan satu lagi untuk 699 orang laskar yang dimakamkan secara massal. “Tapi untuk KH Ibrahim dimakamkan sendiri,” kata Sos Renda.

Menurut Sos Renda, serangan oleh seribu laskar Banten gagal karena ada pengkhianat dari pihak laskar sendiri, yang menginginkan jabatan yang dijanjikan oleh pihak NICA jika Belanda bisa bercokol kembali di Indonesia.

:Awal Mula Nama TMP Seribu Serpong

Sebenarnya, jasad para pahlawan yang ada di TMP Seribu Serpong ini, sebelumnya telah dikebumikan di titik lokasi pertempuran, yaitu di pertigaan Kecamatan Cisauk (atau lebih dikenal dengan Pasar Lebak, Kabupaten Tangerang), yang kini sudah masuk wilayah pemekaran menjadi Tangerang Selatan.

Saat ini masyarakat lebih mengenal tempat ini dengan nama TMP Seribu Serpong. Meski namanya “Seribu Serpong”, bukan berarti ada 1.000 makam pahlawan yang ada di TMP yang memiliki luas 9.835 meter persegi ini.

Kata seribu bukan berarti ada seribu makam pahlawan yang ada di TMP ini. Diketahui, hanya ada 238 makam pahlawan yang ada di sini, ditambah dua makam lagi, sehingga total semuanya adalah 240 makam.

Disebutkan, kata seribu itu diambil dari teriakan kalimat penggelora semangat perjuangan dalam menghadapi penjajah NICA, yaitu dari kata “serbu”. Tapi, ada juga yang menyatakan, “seribu” itu menjadi pilihan kata yang paling tepat untuk menggambarkan secara simbolis, betapa banyak jumlah warga masyarakat Banten yang ikut berjuang melawan penjajahan Belanda pada waktu itu. Termasuk, banyak pula yang gugur di medan peperangan tersebut.

Editor: HR/Choky

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *