Batam — JejakPeritiwa.Online.
Sidang lanjutan kasus peredaran Hapi Fave kembali menyedot perhatian publik setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Batam menghadirkan enam orang terdakwa secara bersamaan. Perkara yang mencuat sejak beberapa bulan lalu ini dinilai menjadi salah satu kasus terbesar yang melibatkan kombinasi pelaku lokal dan asing, memperlihatkan pola distribusi lintas wilayah yang cukup terstruktur.
Ketegangan terasa sejak para terdakwa digiring dari ruang tahanan menuju ruang sidang. Keenamnya lima laki-laki dan satu perempuan duduk sejajar dengan ekspresi beragam, sementara dua di antaranya yang merupakan warga negara asing menarik perhatian para pengamat hukum yang hadir. Kehadiran WNA dalam perkara ini disebut-sebut menjadi indikasi kuat adanya dugaan jaringan internasional dalam peredaran produk terlarang tersebut.
Jaksa Penuntut Umum memulai persidangan dengan memaparkan kembali konstruksi dakwaan, termasuk peran masing-masing terdakwa dalam rantai distribusi Hapi Fave. Dari dakwaan JPU, terungkap bahwa para terdakwa memiliki pembagian tugas yang jelas, mulai dari pengadaan barang, pengemasan, transaksi, hingga penyaluran ke sejumlah titik distribusi di Batam. Terdakwa perempuan disebut berperan sebagai penghubung komunikasi antara pelaku lokal dan pihak luar.
Di tengah pemaparan JPU, majelis hakim beberapa kali mengajukan pertanyaan terkait hubungan antar terdakwa, mekanisme pengiriman barang, hingga alat komunikasi yang digunakan. Majelis tampak ingin memastikan bahwa setiap detail dalam dakwaan terurai secara terang, mengingat sebagian barang bukti yang terjaring dalam operasi sebelumnya dinilai menjadi kunci penting untuk menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain yang hingga kini belum tersentuh hukum.
Pihak pembela dari para terdakwa tidak tinggal diam. Tim penasihat hukum beberapa kali melayangkan keberatan, menyatakan bahwa dakwaan JPU masih bersifat umum dan belum menggambarkan peran faktual para klien mereka. Mereka menekankan bahwa beberapa terdakwa hanya “ikut terbawa arus” dan tidak memiliki kendali atas barang maupun transaksi yang dituduhkan. Argumen ini langsung mendapat respons dari majelis, yang menegaskan bahwa kebenaran materiil akan diuji berdasarkan keterangan saksi dan bukti dalam sidang-sidang berikutnya.
Persidangan semakin memanas ketika JPU membeberkan alur komunikasi antar terdakwa, terutama yang melibatkan dua WNA tersebut. JPU menyebut adanya pola komunikasi periodik yang menunjukkan koordinasi aktif dalam pengiriman dan penerimaan Hapi Fave. Temuan ini membuat ruang sidang sempat riuh, karena publik sebelumnya hanya mengetahui kasus tersebut sebatas pada peredaran lokal.
Pengamat hukum yang mengikuti jalannya sidang menilai bahwa perkara ini berpotensi menyeret nama-nama lain yang diduga menjadi bagian dari jaringan lebih besar. “Kehadiran WNA dalam rantai distribusi memperlihatkan bahwa ini bukan operasi kecil. Struktur peredarannya terlihat jelas dan tidak mungkin dilakukan tanpa sokongan jaringan terorganisir,” ujar salah satu pengamat yang hadir.
Menutup jalannya persidangan, majelis hakim menetapkan sidang lanjutan pada agenda pembuktian dengan menghadirkan saksi-saksi tambahan guna memperjelas peran dan keterlibatan masing-masing terdakwa. Sidang berikutnya menjadi penentu apakah alur peredaran Hapi Fave ini akan semakin terang atau justru membuka babak baru dengan munculnya aktor-aktor lain yang diduga berada di balik layar.
Publik kini menunggu jalannya persidangan berikutnya dengan perhatian penuh. Kasus ini bukan hanya persoalan enam terdakwa, tetapi juga menjadi cermin tantangan aparat penegak hukum dalam memberantas peredaran jaringan barang terlarang yang dinilai semakin adaptif dan terstruktur.
Pewarta. :Sajar Hasibuan











