Filosofis, Makna Terdalam Takbir Adalah Pengakuan Bahwa Hanya Allah Yang Maha Besar.

Subulussalam,Aceh|Jejakperistiwa.online, -Oleh:Abu Muda Tgk.Agustari Husni,S.Pd.I.Apabila tiba waktunya, kita akan melepas bulan Ramadhan dengan takbir.Allah SWT berfirman, “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. al-Baqarah/2: 185).  Yang dimaksud mengagungkan Allah SWT adalah bertakbir.
Takbir yang dikumandangkan ini termasuk takbir mursal, yakni takbir yang dapat dibaca kapan saja dan tidak harus mengikuti shalat fardhu seperti halnya takbir muqayyad. Takbir muqayyad (takbir yang tertentu waktunya) merupakan zikir yang biasa dibaca seusai shalat fardhu. Dari segi irama, kedua jenis takbir ini juga berbeda tempo dan dinamikanya.

Ket foto:foto Abu Muda Tgk.Agustari Husni,S.Pd.I.Dokumentasi kru media ini
Ket foto:foto Abu Muda Tgk.Agustari Husni,S.Pd.I.Dokumentasi kru media ini

Wahbah al-Zuhaili dalam Tafsir Munir berkata bahwa ayat di atas adalah dalil disyariatkannya takbir  pada Hari Raya Idul Fitri. Lafadz takbir adalah Allahu Akbar. Di antara para ulama ada yang bertakbir, bertahlil, dan bertasbih pada waktu bertakbir. Misalnya, “Allahu Akbar Kabiraa, Walhamdulillah Katsiraa, Wasubhanallahi Bukrataa Waashilaa”.

Bacaan Lainnya

Mayoritas ulama berpendapat, seperti dikutip Wahbah al-Zuhaili  dalam al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, takbir boleh dilakukan di rumah-rumah, masjid-masjid, pasar, dan jalanan, yaitu mulai pagi hari hingga sesaat sebelum shalat dengan suara keras, sampai dimulainya shalat Idul Fitri, yang disunahkan dilakukan secara berjamaah.
Namun menurut Syaikh Zainuddin al-Malibari dalam Fath al-Muin, sunah membaca takbir pada malam Hari Raya Idul Fitri. Tepatnya sejak matahari terbenam yang ditandai dengan terlihatnya hilal bulan Syawal sampai imam membaca takbiratul ihram saat shalat Idul Fitri. Jadi terdapat rentang waktu sekitar dua belas jam untuk menggemakan takbir.
Menggemakan takbir pada malam Hari Raya Idul Fitri termasuk bagian dari sunah Nabi SAW, seperti sabda beliau, “Barangsiapa yang menghidupkan malam Idul Fitri dan malam Idul Adha dengan mengharap pahala maka hatinya tidak akan mati ketika semua hati mati.” (HR. Thabrani). Takbir itu sendiri sejatinya adalah doa dengan cara memuji.
Tentang perintah bertakbir setelah terlihat hilal bulan Syawal, diperkuat oleh Syaikh Nawawi Banten dalam Tafsir Munir dengan mengutip pendapat Ibnu Abbas. Bahkan menurut Imam Syafi’i, seperti dikutip Syaikh Nawawi, takbir pada dua hari raya itu, baik Idul Fitri maupun Idul Adha dianjurkan untuk digemakan. Maksudnya, dibaca dengan suara keras.
Selain itu, dianjurkannya takbir agar dibaca dengan suara keras karena takbir adalah bagian dari syiar-syiar Allah SWT. Seperti firman-Nya, “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. al-Hajj/22: 32). Jadi ada korelasi antara puasa, takwa, dan takbir.
Secara filosofis, makna terdalam takbir adalah pengakuan bahwa hanya Allah Yang Mahabesar. Ke-Maha-Besaran-Nya bukan karena dibesarkan makhluk-Nya baik dalam takbir mursal maupun takbir muqayyad. Lantunan kalimat takbir sejatinya adalah doa agar kita dibesarkan-Nya, baik ilmu, amal, dan hikmah.
Anas bin Malik berkata, “Di Perang Khaibar, Rasulullah SAW shalat Shubuh sebelum tiba waktu fajar, lalu menaiki kudanya dan berkata, “Allahu Akbar, Khaibar akan takluk”. Dan sungguh benar, kami telah menaklukkan mereka di pagi harinya.” (HR. Bukhari).

Bersukacita Sewajarnya
Idul Fitri merupakan hari raya umat Islam, sudah sewajarnya perayaan harus dilakukan dengan sukacita, karena Dosa kita telah kita bakar selama sebulan penuh dibulan Ramadhan. Hanya saja diingatkan untuk tidak berlebihan atau cukup sewajarnya saja. Karena disekeliling kita masih banyak yang jompo, kaum yang lemah Anak yatim yang sampai saat ini belum bisa bergembira karena keterbatan finansial dan keterbatasan perhatian orang tua.
Bergembiralah dengan sewajarnya saja.

Dalam hadist riwayat Ibnu Majah, Rasulullah SAW juga ikut merayakan hari raya Idul Fitri.

“Seperti diceritakan Aisyah: Abu Bakar masuk setelah aku dan ada dua gadis Ansar bersamaku sedang bernyanyi tentang Hari Bu’ath. Aisyah berkata, “Mereka bukan penyanyi.” Abu Bakar kemudian berkata, “Ada alat setan di rumah Rasulullah SAW?” Saat itu adalah Idul Fitri dan Rasulullah SAW berkata, “Ya Abu Bakar, tiap orang punya festival dan ini adalah perayaan kita.”(****)

Pewarta:Kaperwil Aceh

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *