Jejakperistiwa.Online, Jakarta – Kejaksaan Agung RI (Kejagung) menetapkan Harvey Moeis, suami dari aktris Sandra Dewi, sebagai tersangka dalam kasus korupsi yang terkait dengan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.
Dugaan tindak korupsi ini dilaporkan terjadi antara tahun 2015 hingga 2022.
Pada Rabu (27/3/2024), Harvey terlihat keluar dari Kejaksaan Agung mengenakan rompi tahanan berwarna pink, sebelum kemudian langsung digiring oleh petugas ke mobil tahanan.
Sebelumnya, Helena Lim, seorang crazy rich, juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Dia diduga memberikan dukungan dalam kasus korupsi ini. Helena merupakan tersangka ke-15 dalam kasus tersebut dan diduga melanggar beberapa pasal Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain Harvey dan Helena, ada 14 tersangka lainnya yang terlibat dalam kasus ini, termasuk pengusaha tambang, direktur perusahaan, dan individu lainnya yang terkait dengan perusahaan tambang dan penambangan ilegal.
Adapun 14 tersangka lain dalam kasus tersebut adalah:
1. SG alias AW selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
2. MBG selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
3. HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik Tersangka TN alias AN)
4. MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021
5. EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018
6. BY selaku Mantan Komisaris CV VIP
7. RI selaku Direktur Utama PT SBS
8. TN selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN
9. AA selaku Manajer Operasional tambang CV VIP
10. TT, Tersangka kasus perintangan penyidikan perkara
11. RL, General Manager PT TIN
12. SP selaku Direktur Utama PT RBT
13. RA selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT
14. ALW selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021, dan Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 s/d 2020 PT Timah Tbk.
Awalnya, pada tahun 2018, tersangka ALW bersama dengan tersangka MRPT dan tersangka EE menyadari adanya penambangan liar di wilayah PT Timah Tbk yang menyebabkan pasokan bijih timah yang dihasilkan lebih sedikit.
Namun, mereka malah menawarkan pemilik smelter untuk membeli hasil penambangan ilegal tersebut tanpa melalui proses kajian terlebih dahulu.
Untuk mendukung kegiatan ilegal tersebut, tersangka ALW bersama dengan tersangka lainnya membuat perjanjian seolah-olah terdapat kerja sama sewa-menyewa peralatan pemrosesan peleburan timah dengan para smelter.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.