Sampang,/jejakperistiwa.online-Kader HmI Sampang menyatakan sikap menolak pengesahan Perppu menjadi Undang-undang atau UU Cipta Kerja.Moh.Agus Efendi mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR RI untuk membatalkan UU Cipta Kerja tersebut dalam diskusi santai.minggu/02/04/2023
Dalam mengatasi permasalahan tersebut pemerintah justru mengingkari amar putusan MK dengan menerbitkan produk hukum secara/tergesa-gesa berbentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 2 tàhun 2022 tentang Cipta Kerja,yang hampir seluruh substansinya menjiplak UU Cipta Kerja 2020.Perppu ini selanjutnya ditetapkan menjadi Undang-Undang oleh DPR pada 21 Maret 2023
Selain itu,kader HmI yang akrab disapa Efendi itu juga mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk bersama-sama menyuarakan perlawanan terhadap pengesahan RUU tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja.
“Pengesahan RUU tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi pertanda bahwa negara memiliki ragam cara untuk mengelabui konstitusi,saya sudah baca salinan Perppunya dan mengkaji pastinya bersama teman-teman HMI” ucapnya.
Ia menyebut Perpu Cipta Kerja pada dasarnya hanyalah salinan dengan minimnya perubahan dari UU Cipta Kerja yang bermasalah,baik secara formil maupun materiil.
Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penetapan Perpu Cipta Kerja oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akan segera diundangkan,yang berarti akan mencabut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Menurut M.Agus Efendi,proses keluarnya Perppu Ciptakerja oleh Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi pada 30 Desember 2022 lalu,bertentangan dengan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) dan dipersyaratkan lebih lanjut oleh PMK Nomor 138/PUU-VII/2009,di mana tidak memenuhi ihwal kegentingan memaksa.
Selanjutnya,salah satu yang di kenal Efendi Selaku kader HmI Sampang mengkritisi perihal syarat kegentingan memaksa yang absen dari kondisi lahirnya Perppu Cipta Kerja.Ihwal kegentingan memaksa diatur dalam putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009,yakni adanya keadaan berupa kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU,terjadi kekosongan hukum, dan tidak cukup waktu pembuatan UU dengan prosedur biasa.Seolah-olah kini, Presiden menerbitkan Perppu tanpa pertimbangan sesuai aturan.
“Kita memilih memperkuat sistem presidensil,tapi kali ini kita melihat mengarah itu,mengarah ke pemerintahan otoritarian,” kata M.A Efendi saat diskusi Santai dengan teman-teman mahasiswa.
M.Agus Efendi itu menyatakan sikap secara gamblang,saya kader Himpunan mahasiswa Islam Cabang Persiapan Sampang Desak Presiden Cabut Perppu Ciptaker dan Taati Putusan MK.Perppu itu dinilainya sebagai jalan pintas mengakali putusan MK yang mengamanatkan perbaikan UU Cipta Kerja dengan memenuhi syarat partisipasi publik yang bermakna.Perppu tidak membutuhkan partisipasi publik.Lagi pula,tidak ada kedaruratan yang melatarbelakangi Perppu itu.
“Itu sangat tidak demokratis, menggunakan mekanisme darurat untuk sesuatu yang sebenarnya normal,”kata Kader HmI
(biro)