Jejakperistiwa.Online, Bitung — Kasus kematian tragis alm Firland Richo Lahilote, yang tenggelam di Pantai Resort Kabesaran, Minahasa, pada 30 September 2025, masih menyisakan duka dan tanda tanya besar bagi keluarga.
Hingga kini, belum ada kepastian hukum terkait penyebab kematian korban, sementara pihak resort dan aparat penegak hukum terkesan bungkam.
Pencarian korban waktu itu dilakukan oleh Kapolsek Lembean Timur bersama anggotanya, tim Basarnas, masyarakat, dan keluarga korban. Namun setelah jenazah Firland alias Richo ditemukan, pihak resort justru tidak menunjukkan tanggung jawab moral maupun hukum atas insiden yang terjadi di kawasan mereka.
Salah satu keluarga korban, Safrudin Laiya, menyatakan kekecewaannya terhadap sikap pengelola resort yang dianggap abai dan tidak bertanggungjawab.
“ Sudah lebih dari dua minggu, tidak ada kejelasan dari pihak kepolisian soal penyebab kematian Richo. Pihak resort pun seolah – olah menutup mata. Bahkan saat keluarga berduka, tidak satu pun perwakilan resort datang menunjukkan empati,” ujar Safrudin dengan nada geram.
Yang lebih menyakitkan, lanjutnya, pengelola resort justru menawarkan ‘Bantuan’ sebesar Rp 10 juta kepada keluarga korban.
“ Apakah nyawa manusia hanya dihargai Rp 10 juta ? Ini penghinaan bagi kami. Kami menolak bantuan itu dan menuntut pertanggungjawaban hukum, bukan belas kasihan,” tegas Safrudin.
Keluarga korban juga menyoroti kejanggalan di lokasi kejadian. Garis polisi (police line) yang sempat dipasang di area resort mendadak dibuka tanpa penjelasan, sementara barang bukti tidak diamankan.
“ Kami menuntut transparansi. Jangan sampai kasus ini ditutup – tutupi,” tambahnya.
Keluarga Lahilote kini menyatakan siap menempuh jalur hukum jika tidak ada langkah tegas dari aparat kepolisian dalam waktu dekat. Mereka meminta Kapolsek Lembean Timur segera memberikan kejelasan perkembangan penyelidikan serta menetapkan pihak yang bertanggung jawab.
“ Kami tidak akan diam. Kami ingin keadilan untuk Richo. Jangan sampai nyawa anak muda ini hilang tanpa kebenaran,” tutup Safrudin dengan suara bergetar
Menanggapi kasus ini, Sekjend LSM Kibar NM Yohanes Missah ., menilai bahwa pengelola resort dapat dimintai pertanggungjawaban hukum bila terbukti lalai dalam menjamin keselamatan pengunjung.
“ Sesuai Pasal 1365 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), setiap perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi orang lain karena kelalaian, wajib memberikan ganti rugi. Namun dalam konteks ini, kelalaian pengelola resort yang menyebabkan korban jiwa bisa naik menjadi tindak pidana,” jelas Missah
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa jika terbukti lalai dalam menyediakan standar keselamatan seperti pengawasan pantai, rambu peringatan, atau fasilitas penyelamatan, pengelola resort dapat dijerat dengan :
Pasal 359 KUHP, yaitu “ Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.”
Pasal 360 KUHP, jika kelalaian menyebabkan luka berat atau membahayakan nyawa orang lain.
Selain itu, menurut regulasi Permenpar No. 18 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Resort dan Rekreasi, pihak pengelola resort wajib menyediakan standar keamanan dan keselamatan bagi setiap tamu, termasuk alat keselamatan di area perairan dan petugas pengawas (lifeguard) yang terlatih.
“ Bila kewajiban itu tidak dijalankan dan menimbulkan korban jiwa, resort dapat dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha, dan secara pidana dapat dimintai pertanggungjawaban oleh keluarga korban,” tegasnya.