Batam –Jejak peristiwa online,
Deretan kios semi permanen berdiri di buffer zone depan SP Plaza, Sagulung. Kios-kios ini beroperasi layaknya food court resmi, namun status lahan yang ditempati masih menyisakan tanda tanya.
Sejumlah pedagang mengaku sebelum berjualan diwajibkan membayar uang jaminan sebesar Rp1.850.000. Dua minggu kemudian, mereka kembali dikenakan biaya sewa lapak Rp1.850.000 per bulan.
Lo
Aturan pembayaran pun dinilai memberatkan. Batas akhir ditentukan paling lambat tanggal 15 setiap bulan. Jika lewat, denda sebesar Rp200.000 per hari langsung diberlakukan.
“Kalau tidak sanggup lagi jualan sebelum setahun, uang jaminan otomatis hangus,” ujar salah satu pedagang ayam goreng yang baru tiga bulan berjualan.
Selain itu, pengelola juga melarang pedagang menjual menu yang sama dengan pedagang lain. Operasional kios berlangsung mulai pagi hingga pukul 22.00 malam.
Pedagang menyebut pengelolaan kios dilakukan oleh seorang wanita bernama Bu Lina, yang dikatakan berasal dari pihak SP Plaza.
Wartawan sudah berupaya melakukan konfirmasi melalui nomor telepon yang bersangkutan sejak Jumat (22/08/2025 ), namun hingga berita ini diterbitkan belum ada jawaban.
Pakar hukum tata Kota Batam, menilai keberadaan kios semi permanen di buffer zone berpotensi menyalahi aturan tata ruang.
“Buffer zone itu fungsi dasarnya ruang terbuka hijau, penyangga lingkungan, atau jalur pengaman. Kalau diubah jadi tempat usaha permanen atau semi permanen, jelas ada potensi pelanggaran. Apalagi jika disewakan untuk kepentingan komersial,” tegasnya.
Menurutnya, jika benar ada keuntungan yang diambil dari penyewaan kios di atas lahan yang belum jelas legalitasnya, hal itu bisa masuk ranah maladministrasi bahkan pidana.
Tokoh pemuda Sagulung, Aldy Pratama, menilai pedagang kecil justru terjebak dalam aturan sewa yang berat.
“Pedagang ini hanya ingin cari makan halal, tapi aturan denda dan uang jaminan malah bikin mereka seperti tertekan. Pemerintah harus hadir, jangan sampai masyarakat kecil jadi korban,” ujarnya.
Ia juga menegaskan, pemuda setempat siap mendorong pemerintah menertibkan dan memberi solusi.
“Kalau memang buffer zone tidak boleh dibangun kios, ya harus ada kejelasan. Jangan dibiarkan abu-abu bertahun-tahun,” tegasnya.
Berita ini disusun berdasarkan keterangan pedagang, hasil penelusuran lapangan, serta pendapat pakar hukum dan tokoh masyarakat.
Redaksi telah berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak yang disebutkan, namun hingga berita ini diterbitkan belum mendapat jawaban.
Sajarudin