Jejakperistiwa.online
LEBAK – Ketua Komisi III DPRD Lebak H. Eko Prihadiono angkat bicara terkait adanya polemik di Balai Pengobatan Ar- Rohman yang beralamat di Kampung Tutul, Desa Citeras, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten yang diduga menerima pasien rawat inap namun belum memiliki ijin rawat inap. Menurutnya, Dinkes Lebak harus intens melakukan pengawasan terhadap Klinik-Klinik maupun Balai Pengobatan di Kabupaten Lebak agar berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Nah, ini jangan tutup mata dan telinga, ini soal pelayanan kesehatan loh. Artinya Dinkes Lebak ini harus tegas dan intens melakukan pengawasan. Jangan sampai ada yang melakukan praktek rawat inap namun belum memiliki ijin. Kemudian
kalau mereka tidak memiliki ijin tentunya kan itu tidak masuk ke PAD juga. Urus dulu ijinnya baru melakukan praktek yang sesuai dengan aturan,” tegas Ketua Komisi III DPRD H. Eko Prihadiono, Jumat (7/10/2022).
” Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2014 tentang klinik BAB III Pasal 6 sudah jelas disitu aturannya terkait pasilitas rawat inap. Jadi jangan melakukan praktek praktek yang diluar aturan yang berlaku, jika memang belum memiliki ijin rawat inap ya gak boleh menerima rawat inap,” ujar H. Eko.
Politisi Fraksi Gerindra tersebut menegaskan, jangan pernah main-main dengan aturan yang sudah di tetapkan oleh pemerintah terkait paslitas pelayanan kesehatan. Apalagi, kata ia, hal tersebut sudah di atur dalam Peraturan Menteri.
” Jika memang belum memadai jangan lah di paksakan. Tutup saja dulu. Ini soal penanganan kesehatan loh, jadi jangan main main. Tentu semua harus sesuai aturan yang sudah di tetapkan terkait rawat inap maupun pelayanan kesehatan yang lainnya,” tegasnya.
” Untuk itu, saya tegaskan Dinkes Lebak harus sigap melakukan pengawasan. Jadi jangan sampai ada Klinik atau Balai pengobatan yang beroperasi tanpa memiliki ijin terlebih dahulu yang mengatur terkait pasilitas rawat inap tersebut,” tambah H. Eko.
Yudistira Aktivis Lebak mengungkapkan bahwa Balai Pengobatan Ar- Rohman tersebut diduga telah menerima pasien rawat inap, padahal BP Ar-Rohman belum memiliki ijin dan fasilitas rawat inap.
“Semua persyaratan itu mutlak harus ditempuh oleh Balai Pengobatan yang menyelenggarakan fasilitas rawat inap. Jika persyaratan tersebut tidak di tempuh, diduga kuat Balai Pengobatan tersebut telah mengkangkangi aturan yang baku dan bisa dikatagorikan melakukan praktik ilegal,” kata Yudistira.
Dengan Fakta yang ada, lanjut Yudistira, pihaknya menduga kuat adanya praktik rawat inap ilegal di Balai Pengobatan tersebut.
” Kejadian ini tentunya akibat dari lemahnya monitoring dan pengawasan internal dari pihak Dinas Kesehatan Lebak selaku liding sektor pengawasan,” katanya.
Lanjut Yudis, pihak Dinas Kesehatan Lebak juga seharusnya lebih teliti lagi ketika melakukan monitoring, sehingga tidak terjadi klinik yang ijinnya hanya klinik berobat jalan tapi melakukan pengobatan dengan melakukan rawat inap.
“Hal ini jelas menandakan kalau pihak dinas tidak maksimal dalam melakukan tugas monitoringnya, malah kuat kemungkinan ada kongkalikong antara pihak pegawasan dari dinas dengan pihak pengelola” katanya.
Kabid Yankes Dinas Kesehatan Lebak Dr Budi ketika di konfrimasi awak media menyampaikan, bahwa Statusnya klinik tersebut pratama tanpa rawat inap, dan di PMK No.14 Tahun 2021 tidak diwajibkan punya ambulan dan ipal.
” IPAL sudah punya, tapi belum dioperasionalkan. Karena unit rawat inap juga sedang dalam pembangunan. Ijin operasional habis 2023 dan akan diperpanjang dan rubah status jadi klinik pratama dengan rawat inap. Ambulans memang belum punya, adanya kendaraan operasional,” kata Dr. Budi.
Lanjut Dr. Budi, Ijinnya klinik pratama BP Arrohman adalah nama dari berdiri awal dulu sebelum jadi klinik.
Ketika ditanya bagaimana terkait sorotan aktivis Lebak yang menduga bahwa BP Arrohman tersebut menerima rawat inap smenetara belum memiliki ijin. Kata Dr. Budi, pihaknya telah memanggil dan memberikan teguran.
” Ya tentunya diberikan teguran terkait itu. Pihak klinik sudah dipanggil ke Dinkes. Sanksi juga itu bertahap, mulai dari teguran lisan kalo tidak diindahkan ditindaklanjuti kemudian diberikan teguran tertulis, kalo gak diindahkan juga baru pencabutan rekomendasi ijin operasional. Kalo langsung dicabut rekomendasi artinya pihak Dinkes arogan, karena harus ada fungsi pembinaan dan pengawasan,” kata Dr. Budi.
Sementara itu, Dr. M. Ghozi Sidik selaku penanggung jawab BP Ar- Rohman membantah bahwa ditempatnya tersebut ada rawat inap.
” Iya saya juga memperbarui izin untuk ranap karena sudah ada ipal. Namun
untuk ranap tidak ada. Hanya observasi saja antara 8 jam sampe 12 jam. Untuk selanjutnya saya sejak awal tdk ranap. Karena semua butuh persiapan dan saya usahakan rujuk dan sarankan ke RS,” katanya.
Kata Dr. M. Gozi, dalam membangun klinik tersebut pihaknya mengaku semua persyaratan sudah dipenuhi seperti pajak PBB.
” Sudah semua sarana dan prasarana pelan pelan saya persiapkan untuk izin selanjutnya. Saat ini saya sedang membangun. Ipal juga sudah ada. Ambulans. Awal tahun rencananya,” katanya.
” Saat ini saya lagi membangun belum selesai dan itu sudah sesuai standar klinik. Observasi 8 jam. Kalau ada pasien sakit ringan atau dari pabrik untuk pertolongan sementara kan butuh observasi sekiranya baik ya cukup 5 atau 8 jam,” tambah Dr. Gozi.
” Klinik saya gak ada rawat inap.
Kurang lebih 20 thn mas. Rencana setelah 75 persen bangunan selesai. Saya urus izin bareng bareng aja. Karena sekalian urus izin yang lainnya juga termasuk ijin rawat inap dan itu sudah dariawal IMB dan lain lain itu sudah. Ini saya persiapan izin untuk ranap tahun depan. Mudah mudahan awal tahun sambil nunggu bangunan selesai,” katanya.(Red)