Lampung Tengah – Dugaan kuat praktik penyalahgunaan pupuk bersubsidi kembali mencoreng dunia pertanian di Lampung Tengah. Seorang warga Kecamatan Bandar Mataram bernama M*SK*R, bersama sejumlah rekannya, diduga nekat menyalurkan pupuk subsidi dengan harga jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Tim media menemukan fakta mencolok di lapangan. Di belakang rumah M*SK*R, tampak tumpukan sekitar 76 sak pupuk bersubsidi jenis Urea dan Phonska. Temuan ini menguatkan dugaan adanya praktik jual beli pupuk bersubsidi di luar jalur resmi.
Saat dikonfirmasi, M*SK*R mengakui telah menyalurkan pupuk subsidi kepada petani dengan harga Rp310.000 per paket (Urea dan Phonska). Ia beralasan pupuk tersebut dibeli dari Bambang (Gapoktan) seharga Rp280.000 per paket karena “stok kosong” di wilayahnya. Namun, alasan itu terbantahkan dengan temuan stok menumpuk di gudangnya sendiri.
“HET Resmi Pupuk Bersubsidi”
Berdasarkan ketentuan Kementerian Pertanian RI tahun 2025, serta acuan Keputusan Bupati Lampung Tengah Nomor 282/KPTS/D.a.VI.20/2024, wilayah Lampung Tengah mengacu pada HET nasional karena aturan lokal sebelumnya telah dicabut.
Berikut HET pupuk bersubsidi yang berlaku:
Urea: Rp 2.250 per kilogram
NPK: Rp 2.300 per kilogram
NPK Khusus (Kakao): Rp 3.300 per kilogram
Pupuk Organik: Rp 800 per kilogram
Jika dikonversi ke ukuran 50 kilogram per sak, maka harga seharusnya:
Urea: Rp 112.500 per sak
NPK: Rp 115.000 per sak
Artinya, harga jual Rp 310.000 per paket seperti yang dilakukan M*SK*R nyaris tiga kali lipat dari harga resmi.
“Tabrak Aturan, Cemari Program Ketahanan Pangan”
Penjualan pupuk bersubsidi di atas HET jelas melanggar Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan HET Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.
Pupuk bersubsidi hanya boleh disalurkan kepada petani yang terdaftar dalam sistem e-RDKK melalui kios resmi dan kelompok tani yang telah ditetapkan pemerintah.
Tindakan M*SK*R bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merampas hak petani kecil yang seharusnya menerima bantuan pupuk dengan harga terjangkau. Dugaan kuat muncul bahwa keberanian M*SK*R didukung oleh oknum pengawas di tingkat kecamatan maupun kabupaten, yang seharusnya bertugas mengawasi distribusi pupuk subsidi.
“Jika pengawas justru membiarkan atau bahkan membackup pelanggaran semacam ini, maka mafia pupuk akan terus merajalela dan petani akan menjadi korban berulang kali,” ujar salah satu sumber petani yang enggan disebut namanya.
“Petani Menjerit, Pemerintah Diminta Bertindak”
Sejumlah petani di Lampung Tengah mengaku kecewa dan merasa dikhianati. Mereka menilai subsidi pupuk yang semestinya meringankan beban justru menjadi lahan bancakan bagi oknum tertentu.
Kementerian Pertanian bersama Pemerintah Provinsi Lampung telah berjanji menertibkan kios yang menjual di atas HET. Bahkan, secara nasional pemerintah telah mencabut izin lebih dari 2.000 kios pupuk nakal yang terbukti melanggar aturan.
Namun, tanpa langkah tegas dari aparat hukum dan dinas terkait di tingkat daerah, pupuk subsidi hanya akan tinggal slogan, sementara mafia di lapangan terus mengeruk keuntungan dari penderitaan petani.











