Program “Bunga Desa” atau Bupati Ngantor di Desa yang digagas oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah menarik perhatian masyarakat sejak diluncurkan oleh Bupati Ipuk Festiandani pada bulan Maret 2021. Tujuan utama program ini adalah untuk meningkatkan pelayanan publik serta mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul keraguan apakah program ini benar-benar efektif ataukah hanya sebuah upaya pencitraan semata.
Tentang pelayanan publik, salah satu prestasi yang patut diapresiasi adalah peningkatan pelayanan administrasi kependudukan (Adminduk). Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Banyuwangi berhasil meraih level 4 dalam layanan Adminduk, yang merupakan level tertinggi yang diberikan oleh Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2022.
Akan tetapi, kita perlu menyadari bahwa pencapaian tersebut tidak lepas dari program “Smart Kampung” yang telah dijalankan sejak tahun 2015 di setiap desa di Kabupaten Banyuwangi. Program ini dilaporkan memberikan akses layanan digital di berbagai sektor seperti adminduk, kesehatan, perizinan, UMKM, dan lainnya.
Komitmennya dalam meningkatkan pelayanan melalui teknologi bahkan telah membawa Banyuwangi menjadi perwakilan Indonesia dalam ASEAN Smart City Network di Bali pada tahun 2023. Pada kesempatan tersebut, Bupati Banyuwangi mempresentasikan kemajuan program Smart Kampung di Banyuwangi kepada negara-negara anggota ASEAN.
Di sisi lain, dalam program Bunga Desa, Bupati Banyuwangi, Ipuk Festiandani, secara langsung datang dan berkantor di desa-desa setiap beberapa pekan sekali dengan tujuan mendengarkan, memahami, mengurai dan mengatasi berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat, termasuk masalah adminduk, pendidikan, kesehatan, perizinan, infrastruktur, dan lainnya.
Meskipun prestasi luar biasa dalam pelayanan publik adminduk dan program smart kampung telah dicapai, namun program Bunga Desa terus rutin dilaksanakan.
Maka hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah program ini benar-benar Inovasi nyata yang membawa keberhasilan, atau hanya merupakan strategi politik untuk membangun citra menjelang tahun politik?
Atau malah mencerminkan bahwa kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) di Banyuwangi, mulai dari staf ahli, sekretariatan, Dinas SKPD, hingga camat tidak optimal sehingga Bupati Ipuk harus turun langsung berkantor di desa-desa?
Atau apakah program Smart Kampung, yang telah berjalan selama lebih dari 7 tahun dan mendapat pujian serta penghargaan, ternyata faktanya tidak berjalan dengan optimal sehingga Bupati Ipuk harus turun langsung berkantor di desa-desa?
Seharusnya, semua manfaat nyata dari program smart kampung tujuannya agar pelayanan publik bisa dikelola dan diselesaikan dengan baik di tingkat desa. Tidak perlu mengunjungi kecamatan atau bahkan mal pelayanan publik. Semua itu seharusnya tetap bisa dilakukan tanpa kehadiran Bupati Ipuk.
Ketika Bupati Ipuk turun langsung mendatangi dan berkantor di desa-desa untuk mendengarkan, memahami, dan mengatasi masalah yang dihadapi oleh masyarakat, apakah tidak terpikirkan masalah seperti soal pertambangan ilegal yang terus beroperasi secara terbuka di wilayah pedesaan, soal PT. BSI (tambang emas) yang dianggap tidak menghargai masyarakat sekitar, atau perubahan fungsi lahan di pedesaan yang tidak terkendali sehingga menyebabkan banjir setiap tahun.
Belum lagi masalah persampahan yang tampaknya tak pernah selesai, dan berbagai masalah sosial lainnya yang tidak hanya ada di Desa, misalnya soal masih bayak anak-anak dibawah umur yang menjajakan dagangannya di emperan kantor atau di jalan raya.
Jadi, program bunga desa ini, apakah wujud inovasi nyata atau hanya pencitraan semata?
Semua pertanyaan ini harus dijawab dengan jujur, dan perlu evaluasi untuk memgungkapkan lebih mendalam, tidak hanya terpaut pada pesona, keramahan, keanggunan dan paras cantik alami dari sosok “Bunga Desa”nya saja.
Oleh :
Agung Surya Wirawan SH.
Forum Rogojampi Bersatu (FRB) – Banyuwangi