Aktivitas reklamasi di kawasan wisata Ocarina berlangsung tanpa papan informasi proyek, memicu dugaan pelanggaran aturan dan desakan warga agar aparat segera turun tangan.
Batam – Jejak Peristiwa Online
Aktivitas reklamasi pantai di kawasan wisata Ocarina, Batam, menuai sorotan publik. Proyek yang berlangsung sejak beberapa waktu terakhir itu dilakukan secara terbuka di ruang publik, namun tanpa papan informasi proyek sebagaimana mestinya.
Pantauan di lapangan, sejumlah alat berat hilir mudik melakukan penimbunan bibir pantai dengan material tanah dan batu. Hamparan laut perlahan tertutup timbunan, tetapi tidak ada keterangan resmi terkait siapa pelaksana proyek, dasar izin, maupun tujuan reklamasi tersebut.
Ketiadaan papan informasi jelas menyalahi aturan. Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006, setiap pembangunan wajib mencantumkan plang proyek. Hal ini juga sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Lebih jauh, UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” . Dengan demikian, aktivitas reklamasi yang dilakukan secara tertutup tanpa transparansi dianggap mengabaikan prinsip keterbukaan sekaligus menyalahi amanat konstitusi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo. UU Nomor 1 Tahun 2014, reklamasi tanpa izin dapat dikenai sanksi tegas, mulai dari pencabutan izin, denda miliaran rupiah, hingga pidana penjara bagi pelaksana maupun pemberi izin ilegal.
“Kalau proyek resmi pasti ada keterangannya. Ini kan kita tidak tahu untuk apa reklamasi dilakukan, siapa yang kerjakan, bahkan izinnya ada atau tidak. Jangan sampai ada main–main di balik ini,” ujar salah seorang warga di sekitar lokasi.
Praktisi hukum Suhendar, SH., MH., menilai absennya papan informasi dapat menjadi indikasi adanya pelanggaran hukum yang serius.
“Transparansi adalah kewajiban dalam setiap proyek publik. Jika reklamasi ini tidak berizin, aparat penegak hukum bisa langsung bertindak,” tegasnya.
Hingga kini, pihak terkait belum memberikan keterangan resmi. Media ini masih berupaya mengonfirmasi instansi berwenang mengenai legalitas maupun tujuan reklamasi di kawasan wisata Ocarina tersebut.
Masyarakat mendesak agar pemerintah daerah bersama aparat penegak hukum segera turun tangan. Reklamasi tanpa papan informasi bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan juga bentuk pelecehan terhadap prinsip keterbukaan publik dan amanat konstitusi. Jika dibiarkan, kegiatan ini dikhawatirkan merusak wajah wisata Batam sekaligus menyeret pihak-pihak tertentu ke ranah hukum.