Lampung Tengah — Sungguh miris dan pilu memang, dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi bukan serta merta dapat membangkitkan rasa kekompakan dan kebersamaan antara yang satu dengan lainnya.
Kembali ke pokok berita, diriwayatkan sekitar tahun 1970 an Desa Trimurjo mempunyai 3 Pabrik penggilingan padi yang bernama Pabrik LKMD dan pada masanya dapat berjalan baik sehingga mampu membawa perekonomian warga setempat dibidang pangan. Namun sekitar tahun 1990 an mulai macet dan terhenti total pada tahun 2000 an tak produktif lagi.
Diantara ke 3 Pabrik LKMD yang ada milik Desa Trimurjo, ada juga Pabrik Kelompok Tani yang berdiri dipedukuhan 4 yaitu Pabrik Kelompok milik anggota Kelompok Tani Fajar 1 dan Fajar 2 yang pendiriannya hampir sama dengan Pabrik LKMD. Kelompok Tani Fajar 1 dan Fajar 2 yang beranggotakan warga setempat diperkuat oleh beberapa orang dengan cara memberikan saham/andil dengan cara bagi untung setelah setahun berjalan dengan mengadakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang sudah disepakati pertemuannya oleh pengurus.
“Saya sangat prihatin sekali dengan Perolehan andil yang terdiri dari kelompok arisan masjid, setahun lamanya menunggu hasilnya tidak seberapa, pasalnya setiap tahunnya hanya mendapat seratus ribu rupiah bahkan lima puluh ribu rupiah dalam setahun dan untuk bayar Pajak Bumi dan Bangunan tidak cukup”, ungkapnya.
Dwi Hartoyo selaku pengawas Kelompok Tani telah melakukan upaya sosialisasi dan memberikan edukasi kepada masyarakat baik di acara pertemuan/pengajian atau secara Door To Door dengan apa manfaat warga masyarakat menggiling padi di Pabrik Kelompok Tani.
“Saya telah berupaya memberikan penjelasan kepada masyarakat khususnya petani yang mempunyai sawah dan menghimbau kepada Ketua RW dan elemen masyarakat lainnya untuk bisa menggiling padi di Pabrik Kelompok Tani”, Jum’at, 10/11/2023 sekitar pukul 14.30 WIB.
Pabrik yang berdiri pada tahun 1970 an ini berada di RW 06 Kelurahan Trimurjo Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah dan kini dalam aktivitas sehari-hari penggilingan padi sudah sangat jauh dari tempo dahulu, pasalnya sekarang sudah ada “GERANDONG” yakni Heller yang dikemas dan dirancang menggunakan bodi mobil sehingga dia datang langsung kerumah sipetani.
“Ya ini adalah tantangan terbesar dalam mengahadapi kebebasan dalam berusaha, tetapi negara atau suatu wilayah juga punya aturan yang seharusnya dilakukan oleh semua pihak, namun nampaknya semua pihak dari pamong setempat tidak memperkuat dan berani melarang “GERANDONG” tersebut untuk tidak masuk di wilayah RW 5 dan RW 6 “, ujarnya Dwi panggilan akrab nya.
Lebih lanjut dirinya juga membeberkan tentang keberadaan Pabrik Kelompok Tani yang bergerak dibidang ekonomi juga dibidang sosial.
“Keberadaan Pabrik Kelompok Tani bukan semata-mata untuk kepentingan kelompok nya namun ada beberapa persen dipergunakan untuk kepentingan masyarakat, diantaranya kegiatan sosial, seperti Kematian dibantu oleh Pabrik, kegiatan agama seperti untuk guru ngaji, hari hari besar dan kegiatan HUT RI masih juga dibantunya, jadi apa salahnya jika semua masyarakat mendukung untuk giling padi di pabrik tersebut, sementara jika giling di “GERANDONG” tidak ada imbal balik nya kemasyarakat”, tegasnya Dwi selaku pengawas Pabrik Kelompok Tani mengakhiri ucapnya.
Ditempat yang berbeda Hi. Supono selaku sekretaris Heller kelompok tani ini, ketika dihubungi awak media masih berupaya membenahi sistem kepengurusan ditubuh pengurus dan jajarannya, singkatnya.
(Red)