Bandar Lampung, Gubernur Arinal Djunaidi dan Ketua TP PKK Provinsi Lampung Riana Sari Arinal beserta Jajaran Forkopimda dan sejumlah Pejabat Tinggi Pratama di lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung melaksanakan Salat Id Hari Raya Idul Adha 1444 H, di Lapangan Saburai Enggal, Kamis (29/06/2023).
Ketua MUI Provinsi Lampung H. Mukri bertindak sebagai Khatib dan Kepala KUA Rajabasa H. Hasbuna bertindak sebagai Imam dalam pelaksanaan Salat Id Hari Raya Idul Adha 1444 H tersebut. Hadir pula Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Lampung Puji Raharjo.
Dalam khotbahnya, H. Moh. Mukri mengajak seluruh jemaah untuk terus meningkatkan ketakwaan kepada Allah sebagai wujud syukur atas semua karunia. Menurut H. Moh. Mukri, tingkat ketakwaan bisa terlihat dari seberapa besar komitmen kita dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Hari raya Idul Adha, kata H. Moh. Mukri, menjadi waktu yang baik untuk melakukan evaluasi diri terkait apa yang telah kita perbuat selama ini.
“Jika kita masih saja tidak menjalankan perintahNya seperti sering meninggalkan ibadah, serta masih saja melakukan hal-hal yang dilarang seperti berbuat jahat kepada orang lain, maka ketakwaan kita perlu dievaluasi dan kita harus segera kembali kepada jalan yang benar,” kata Ketua MUI Provinsi Lampung.
Hari raya Idul Adha membawa pesan dan hikmah mulia dari rangkaian ibadah yang ada didalamnya, seperti penyembelihan hewan kurban dan ibadah haji. Ibadah menyembelih hewan kurban merupakan sebuah ibadah yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Menyembelih hewan kurban, kata H. Moh. Mukri, juga merupakan simbol keinginan yang kuat dalam diri kita untuk menyembelih dan menghilangkan sifat kebuasan (Sabu’iyah) yang menjadi satu dari empat karakter manusia.
Disebutkan oleh imam Ghazali bahwa manusia pada dasarnya memiliki empat karakter yakni Al-Rubu’iyah (sifat ketuhanan), Al-Syaithaniyah (sifat “kesetanan”), Bahimiyah (sifat “kehewanan”), dan Sabu’iyah (sifat “kebuasan”). Kebuasan yang harus kita hilangkan seperti suka bermusuhan, berkelahi, mudah marah, mudah menyerang, dan memaki yang semua itu masuk dalam sifat-sifat intoleran.
“Berkurban menjadi upaya batiniyah kita untuk menjadi pribadi yang toleran dan sesuai dengan nilai-nilai luhur yang memang telah diperintahkan dalam agama, sekaligus menjadikan kita sosok pribadi yang memiliki akhlakul karimah,” kata H. Moh. Mukri.
Ketua MUI Provinsi Lampung kemudian melanjutkan bahwa nilai toleransi dari ibadah kurban juga bisa terlihat dari kebaikan-kebaikan yang dilakukan umat Islam dengan berbagi rezeki pada orang lain. Daging hewan kurban dibagikan kepada orang lain, baik kepada umat Islam maupun umat agama lain. Dengan kuatnya hubungan sosial kemasyarakatan dan kuatnya tali persaudaraan tanpa melihat suku, bangsa, dan agama, maka sikap toleransi bisa tumbuh subur.
“Inilah sebuah bukti bahwa Islam merupakan agama yang rahmatan lil’alamin, yang sejalan dengan semboyan negara kita Bhineka Tunggal Ika,” ungkapnya.
Toleransi menjadi salah satu nilai penting yang bisa dipetik dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih di tengah kebhinekaan yang ada di Provinsi Lampung, nilai-nilai toleransi sangat penting untuk diperkuat untuk mewujudkan kerukunan dan kedamaian. Kondisi ini akan berimbas positif pada keberlangsungan dan keberhasilan pembangunan.
Keragaman dan perbedaan suku, bahasa, budaya termasuk perbedaan pandangan dari setiap manusia merupakan sebuah keniscayaan dan sudah menjadi sunnatullah. Namun keragaman yang ada ini tidak boleh menjadi sumber konflik dengan munculnya sikap intoleran, tidak menghargai, dan senang menyalahkan orang lain. Justru sebaliknya, keragaman yang ada ini harus mampu diolah dengan baik sehingga mampu menjadi sebuah kekayaan sosial yang semakin memperindah suasana dan membawa kemaslahatan bagi semua.
“Sebagai umat dari agama yang rahmatan lil’alamin dan menjadi mayoritas di negeri ini, kita harus mampu menunjukkan kekompakan dan persatuan serta tidak tercerai-berai sehingga akan berdampak pada persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata H. Moh. Mukri.
Jelang tahun politik 2024, dimana akan digelar pesta demokrasi untuk memilih wakil rakyat dan sosok yang akan memimpin negeri ini, perbedaan-perbedaan pilihan menjadi suatu kepastian. Namun semua itu jangan sampai memunculkan polarisasi di tengah masyarakat dengan saling mengejek, melakukan provokasi, ujaran kebencian, dan menyebar hoaks.
“Kita juga harus menghindari penggunaan politik identitas, terlebih identitas agama untuk kepentingan politik praktis. Kita harus menjadikan agama sebagai solusi dari berbagai permasalahan, bukan menjadikan agama sebagai sumber konflik dan masalah,” pesan Ketua MUI Provinsi Lampung.
“Penting bagi kita semua untuk belajar dari pengalaman-pengalaman lalu untuk lebih baik di masa yang akan datang,” sambungnya lagi.
Di akhir khotbahnya, Ketua MUI Provinsi Lampung mengajak seluruh jemaah dan masyarakat untuk merawat sikap-sikap tawasuth, tasamuh, tawazun, dan i’tidal dalam sendi-sendi kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai toleransi dan moderasi merupakan gen yang sudah diturunkan oleh para leluhur dan nenek moyang bangsa Indonesia serta menjadi kekuatan penting bagi bangsa dalam melewati perubahan zaman.
“Banyak nilai-nilai luhur ini yang bisa kita petik dari rangkaian ibadah di bulan Dzulhijjah khususnya pada momentum hari raya Idul Adha. Semoga Sang Bumi Ruwa Jurai terus menjadi daerah yang rukun, damai, sejahtera yang akan menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negara yang kuat dan mampu merawat jagat, membangun peradaban,” pungkasnya. (Dinas Kominfotik Provinsi Lampung).