Ketimpangan Transfer Pengetahuan Antar Generasi dalam Sektor Perikanan

banner 468x60

JEJAK PERISTIWA.ONLINETERNATE— Konsep dan pemikiran dari Riski Ikra, Mahasiswa Perikanan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), menyoroti realita yang terjadi di masyarakat pesisir: semakin sedikit anak muda yang ingin menjadi nelayan.

Mereka lebih memilih pekerjaan kantoran atau merantau ke kota. Namun, di balik keluhan itu, ada pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan: Apakah kita pernah sungguh-sungguh mewariskan ilmu perikanan kepada generasi muda?

Jika kita jujur, jawabannya sering kali: tidak.

Ilmu yang Tak Tertulis

Pengetahuan nelayan generasi lama bukanlah sesuatu yang bisa diajarkan melalui buku. Ia hidup dalam praktik sehari-hari, dalam pengalaman dan intuisi yang terasah selama puluhan tahun.

Mereka bisa membaca arah angin dan gelombang, tahu kapan ikan naik, bahkan mengenali tanda-tanda cuaca hanya dari suara laut. Ini bukan mitos,ini adalah bentuk ilmu yang hidup dan menyatu dengan tubuh mereka.

Sayangnya, sebagian besar pengetahuan itu tidak pernah didokumentasikan. Ia hanya berpindah dari mulut ke mulut,atau lebih buruk lagi, tidak berpindah sama sekali.

Antara Digitalisasi dan Tradisi

Generasi muda yang mulai menekuni dunia perikanan justru lebih akrab dengan pendekatan digital: aplikasi budidaya, GPS, sensor suhu, dan platform manajemen hasil tangkapan.

Semuanya memang penting. Namun tanpa fondasi pemahaman lokal yang kuat, teknologi hanyalah alat tanpa arah. Kita membiarkan mereka mengarungi laut dengan peta digital, tapi tanpa kompas kultural.

Dua Dunia yang Tak Pernah Bertemu

Ada jurang yang makin lebar antara pengetahuan tradisional dan pendekatan modern. Generasi tua sering merasa bahwa pengetahuan mereka terlalu sederhana untuk dibagikan.

Sementara itu, generasi muda menganggap metode lama sudah tidak relevan di era digital. Akhirnya, keduanya berjalan sendiri-sendiri tanpa ruang untuk saling bertemu dan belajar.

Padahal, dunia perikanan yang berkelanjutan membutuhkan lebih dari sekadar inovasi. Ia memerlukan kesinambungan pengetahuan. Kita tidak bisa berharap adanya regenerasi nelayan jika ilmu yang harus diwariskan justru dibiarkan kosong.

Membalik Arah Arus

Sudah saatnya kita menata ulang cara memandang warisan pengetahuan di sektor perikanan. Ini bukan hanya soal pelatihan atau penyuluhan, tetapi tentang menciptakan ruang pertemuan lintas generasi. Bukan ruang simbolik, tapi ruang nyata yang memungkinkan transfer ilmu berjalan dua arah.

Bayangkan jika ada program magang antar-generasi, di mana nelayan muda bisa belajar langsung dari nelayan senior. Atau proyek dokumentasi pengetahuan lokal yang diarsipkan secara digital dan dibuka untuk publik. Bahkan lebih jauh, startup perikanan bisa menggandeng tokoh-tokoh lokal untuk menggabungkan data modern dengan intuisi lapangan.

Sekolah perikanan juga perlu dirombak. Jangan hanya bicara soal mesin, teori, atau manajemen modern. Ajak siswa menyentuh lumpur tambak, menatap horison pagi bersama nelayan tua, dan mendengar kisah laut yang tak ada di silabus.

Menjaga Laut, Menjaga Warisan

Laut kita memang luas, tapi bukan luasnya yang menjamin hasil. Justru pengetahuan manusialah yang membuat laut bisa dijinakkan, dipahami, dan dijaga. Jika pengetahuan itu hilang karena tidak diwariskan, maka kita bukan hanya kehilangan masa lalu—kita sedang mengorbankan masa depan.

Menjaga laut berarti juga menjaga pengetahuan tentang laut. Dan itu artinya: menjembatani generasi, menyambungkan yang lama dengan yang baru. Hanya dengan cara itulah sektor perikanan bisa benar-benar berkelanjutan bukan hanya dari sisi sumber daya, tetapi juga dari sisi manusia yang menghidupinya.

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *