Lampung Tengah — Di negeri Konoha, rakyat lagi-lagi disuguhi kisah klasik: mimpi seorang Bagong menjadi penguasa. Bukan karena prestasi, tapi karena “angin” pembesar kadipaten yang konon siap mendorongnya duduk di kursi wedana. Rabu, 17/09/2025.
Dalam mimpinya, Bagong sibuk berbagi jabatan bak dagangan di pasar. Kepada Gendut ia berkata tegas:
“Kalau mau jadi juru tulis, siapkan uang sepuluh juta”, kata Bagong kepada Gendut.
Gendut tak kalah lihai, menjawab,
“Boleh, asal istriku juga ikut dapat jabatan yang sama,” tukasnya.
Semuanya jadi transaksi, dan seolah-olah terjadi dalam tidurnya. Di Kawedanan, warisan penjelajahan bangsa Belanda, ada tiga bentukan kebekelan. Bahkan Petruk sudah diplot jadi bekel Simbarwaringin, sementara Gareng ditunjuk sebagai bekel Trimurjo. Untuk bekel Adipuro….?….. Entahlah. Karena wilayah itu terkenal kritis dan keras, kabarnya akan diisi oleh Durna—sosok yang pandai “jilat sana jilat sini.” Pokoknya semua diatur rapi dalam mimpi Bagong: siapa pun yang mau jadi pejabat, cukup setor uang, beres urusan.
Ironinya, Bagong pernah menjabat sebagai bekel. Bukannya membanggakan, rekam jejaknya justru penuh catatan buruk. Warga menilai ia gagal, tidak disukai, dan tidak mampu memimpin. Tapi toh, dalam mimpinya, ia tetap merasa paling pantas jadi wedana.
Kini masyarakat menanti: apakah pembesar kadipaten benar-benar akan mengangkat Bagong, atau justru sadar bahwa mimpi itu hanya akan melahirkan kerusakan tatanan pemerintahan.
Satu hal yang pasti, rakyat sudah jenuh dengan mimpi kosong. Mereka menanti perubahan nyata, bukan sekadar “BERBENAH” di mulut, tapi memperbaiki sistem yang busuk di akar birokrasi. Sebab jika Bagong benar-benar naik tahta, mimpi buruk bagi rakyat bisa jadi kenyataan.
Seperti kata pribahasa Lampung: “Ulu nyo mulang, wai nyo tegak; mak ganta’ mulang, sai ganta’ rusak.”
(Artinya: pemimpin yang hanya mengejar kedudukan dan uang akan kembali membawa kerusakan, bukan kebaikan).
