Subulussalam,Jejakperistiwa.Online-Orang yang berakal dan berilmu pastilah menjaga dirinya dari keburukan.”Abu Muda Tgk.Agustari Husni,S.Pd.i: Jangan berbicara berdasarkan apa yang dilihat tanpa melakukan tabayun terlebih dahulu terhadap fakta sebenarnya,hal ini disampaikannya Via Akun WhatsAppnya pada kru media ini,Jum’at (24/03/2023)
Mari baca kisah dibawah ini
Mudah-mudahan menjadi Inspirasi bagi kita, dan jadi bahan introspeksi diri.
Para ulama salaf (ulama generasi terdahulu) mengalami perbedaan pendapat mengenai asal-usul Luqmanul Hakim: apakah ia seorang nabi ataukah sebatas seorang hamba Allah yang saleh saja. Luqman adalah seorang budak Habsyi dan tukang kayu. Terhadap kedua pendapat tersebut kebanyakan para ulama salaf setuju terhadap pendapat kedua. (Ibnu Katsir: 1990 : III : 427).
Jamaal ‘Abdul Rahman mengutip pemaparan Imam Jalalain (Musthafa Jalalain dan Jalaluddin as-Suyuti) mengenai Lukman yang diberi gelar al-Hakim sebagai berikut. Luqmanul Hakim adalah seorang lelaki yang dikaruniai hikmah oleh Allah SWT sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya, (QS Luqman [31]:12)
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman….” (Alquran dan terjemahnya Depag RI: 2005 : 412).
Hikmah yang Allah SWT berikan antara lain berupa ilmu, agama, benar dalam ucapan, dan kata-kata yang bijaknya cukup banyak lagi telah di-ma’tsur.
Sebuah kisah Luqmanul Hakim beserta anaknya yaitu ketika Lukman mengajak anaknya untuk menunggangi seekor kuda mengelilingi suatu kota. Pada suatu hari Luqman bermaksud memberi nasehat kepada anaknya. Ia pun membawa anaknya menuju suatu kota dengan menggiring seekor kuda ikut berjalan bersamanya. Ketika Lukman dan putranya lewat di hadapan seorang lelaki, ia berkata kepada keduanya, “Aku sungguh heran kepada kalian, mengapa menarik yang kalian bawa bukan kalian tunggangi?”
Setelah mendengarkan kata-kata lelaki tersebut Luqman lantas menunggangi kudanya dan anaknya mengikutinya sambil berjalan.
Belum lama, dua perempuan menatap keheranan kepada Luqman sambil berkata, “Wahai orang tua yang sombong! Engkau seenaknya menunggangi kudamu, sementara engkau membiarkan anakmu berlari di belakangmu bagai seorang hamba sahaya yang hina!”
Maka, Luqman pun membonceng anaknya menunggangi kudanya.
Kemudian Luqman beserta anaknya yang ia bonceng melewati sekelompok orang yang sedang berkumpul di pinggir jalan. Ketika mereka melihat Luqman dan putranya seorang dari mereka berkata, “Lihatlah! Lihat! Dua orang yang kuat ini sungguh tega menunggangi kuda yang begitu lemah, seolah keduanya menginginkan kudanya mati dengan perlahan.”
Mendengar ucapan itu Luqman pun turun dari kudanya dan membiarkan anaknya tetap di atas kuda. Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan hingga bertemu dengan seorang lelaki tua. Lelaki tua itu kemudian berkata kepada anak Luqman, “Engkau sungguh lancang! Engkau tidak malu menunggangi kuda itu, sementara orangtuamu engkau biarkan mengiringi di belakangmu seolah ia adalah pelayanmu!”
Ucapan lelaki tua itu begitu membekas dalam benak anak Luqman. Ia pun bertanya pada ayahnya, “Apakah yang seharusnya kita perbuat hingga semua orang dapat rida dengan apa yang kita lakukan dan kita bisa selamat dari cacian mereka?”
Luqman menjawab, “Wahai anakku, sesungguhnya aku mengajakmu melakukan perjalanan ini bermaksud untuk menasihatimu. Ketahuilah bahwa kita tidak mungkin menjadikan seluruh manusia rida untuk perbuatan kita, juga kita tidak akan dengan senang hati sepenuhnya dari penyebab karena manusia memiliki akal yang berbeda-beda dan sudut pandang yang tidak sama, maka orang yang berakal, dia akan berbuat untuk menyempurnakan kewajibannya dengan tanpa menghiraukan keinginan orang lain.” (Lafif min’l-Asatidzah : tt : 135-136).
Kemudian, anaknya bertanya, “Apakah yang harus dilakukan oleh orang yang berakal?”
Luqman kemudian menjawab, “Benar dalam berbicara dan diam terhadap hal-hal yang bukan urusan kita.”
Bagaimana agar orang berakal bisa melakukan hal yang seperti ayahanda, karena orang berakal memiliki ilmu dan pengetahuan?
Anaknya kemudian melanjutkan bertanya, “Bagaimana bisa mendapatkan pengetahuan?”
Luqman menjawab, “Dengan mengetahui apa yang kamu tahu dan mengetahui apa yang kamu tidak tahu. Orang-orang yang kita lewati tadi adalah orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan dan tidak punya semangat untuk mendapatkan pengetahuan, sehingga mereka berbicara berdasarkan apa yang mereka lihat tanpa melakukan tabayun terhadap kita. Orang yang berakal dan berilmu pastilah menjaga dirinya dari keburukan.”
Anaknya kemudian bertanya, “Apakah yang dapat merusak diri manusia pada awalnya?”
Luqman kemudian menjawab, “Lidah dan hati manusia dan keduanya juga yang menjerumuskan manusia kepada kehinaan.”
Wallahul Muwagfiq Ila Aqwatthariq Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Dari hamba yg Dha’if : Agustari Husni
Pewarta : H@r