Jejakperistiwa.Online, Bitung — Skandal memalukan kembali mencoreng dunia industri tanah air. Dua Siswi SMK dan Dua Mahasiswa Universitas di Bitung diduga menjadi Korban Pelecehan Seksual saat menjalani program Magang di PT Industri Kapal Indonesia (IKI), sebuah perusahaan di bawah naungan BUMN.
Dugaan tindakan pelecehan seksual ini menyeret nama Dua Karyawan PT IKI Bitung : satunya seorang Pejabat berinisial ( ARD ) dan satunya lagi Staf berinisial ( BP ). Keduanya telah dipanggil Resmi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Pemkot Bitung untuk hadir pada tanggal 15 dan tanggal 17 Juli 2024 terkait klarifikasi kasus ini dan mediasi.
Dari informasi yang dihimpun, tindakan tak pantas tersebut terjadi di lingkungan kantor PT IKI. Ironisnya, dua dari korban merupakan anak di bawah umur yang sedang menjalani pendidikan kejuruan.
Alih – alih diproses secara hukum, kasus ini malah “ DI SULAP ” melalui jalur DAMAI. Dinas P3A menggelar Mediasi Tertutup yang berujung pada penandatanganan surat perdamaian antara korban dan pihak pelaku.
Kepala Dinas P3A Bitung, Meiva Lidia Woran, SH, MH, membenarkan hal ini saat dikonfirmasi media, Rabu (14/05/2025).
” Kasus ini telah diselesaikan secara damai dan dituangkan dalam surat pernyataan resmi yang ditandatangani langsung oleh Pejabat PT IKI berinisial ( ARD ) di kantor P3A,” ujarnya singkat.
Namun perdamaian ini justru menimbulkan pertanyaan besar. Kepala SMK tempat dua korban menempuh pendidikan menyatakan kekecewaan dan menyebut tindakan tersebut berdampak serius terhadap Psikologis para siswi.
” Kami sangat menyesalkan kejadian ini. Selama dua pelaku masih ada di lingkungan PT IKI, kami memutuskan untuk menghentikan kerja sama magang dengan perusahaan tersebut,” tegas Kepala Sekolah, Kamis (15/05/2025).
Kekecewaan publik semakin memuncak setelah muncul kabar bahwa pejabat terduga pelaku, ( ARD ), akan segera dimutasi ke kantor pusat PT IKI. Serah terima jabatan bahkan dijadwalkan berlangsung pada besok hari, Jumat ( 16/05/2025 ).
Mutasi ini memicu dugaan keras bahwa pihak manajemen tengah berupaya menutupi kasus dengan cara memindahkan pelaku dari sorotan publik.
LSM Kibar Nusantara Merdeka yang langsung mengetahui kasus ini, bereaksi keras dan siap akan mengawalnya, Sekretaris Jenderal Yohanes Missah menyebut mediasi yang dilakukan tanpa kehadiran orang tua korban adalah bentuk kelalaian fatal dalam penanganan perlindungan anak.
” Perdamaian seperti ini tidak menghapus unsur pidana. Apalagi dua dari korban masih di bawah umur. Mengapa Kadis P3A terburu -buru memfasilitasi mediasi tanpa melibatkan orang tua siswa ? Ini cacat prosedur dan bisa dianggap batal demi hukum,” tegas Missah.
Ia juga menilai mutasi ( ARD ) sebagai bentuk pembiaran institusional.
” Ini bukan solusi. Ini adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan publik. BUMN seharusnya menjadi contoh dalam menciptakan ruang kerja yang aman, bukan malah mengamankan pelaku dan mengorbankan korban,” tegasnya lagi.
LSM Kibar menyerukan aparat penegak hukum agar segera turun tangan dan mengambil alih proses hukum. Missah menegaskan bahwa kasus ini tidak boleh tenggelam di balik meja mediasi dan politik kantor.
” Kami tidak akan berhenti sampai pelaku dihukum setimpal. Jangan sampai korban hidup dalam trauma, sementara pelaku bebas berkeliaran dan bahkan dipromosikan.”
Hingga berita ini diterbitkan, manajemen PT IKI Bitung belum memberikan klarifikasi resmi. Diamnya pihak perusahaan justru memperkuat kecurigaan publik bahwa ada sesuatu yang sengaja disembunyikan.
Pertanyaannya kini : akankah keadilan ditegakkan, atau justru dikubur di balik surat mutasi ?